al ghazali adalah salah satu ulama terkenal di dunia islam adalah imam al ghazali. ulama yang banyak mengarang banyak buku dan kitab. seperti kitab ihya ulum al din ayyuha al walad dan berbagai kitab lainya.
al ghozali terkenal sebagai ahli tasawuf di dunia islam, meskipun pada dasarnya dia adalah seorang talent daru berbagai fak ilmu. dia adalah ahli kalam, ahli fikih, dan yang banyak tidak di bicarakan adalah imam alghazali sebagai pendidik. salah satu kitan yang dikarang beliau mengenai pendidikan adalah kitab ayyuhal walad yang menjelaskan bagaimana seorang anak beretika ketika mencari dan mendapatkan ilmu. kitab ini dikupas dari berbagai sisi, seperti psikologis, akhlak, tingkah laku dan lainnya.
skripsi ini adalah sebuah karya ilmiah yang diselesaikan oleh seorang mahasiswa untuk mendapatkan gelar Strata satu dengan mengupas tentang pemikiran imam al ghazali dilihat dari sisi profesionalisme guru menurut ulama islam yang terkenal yaitu imam alghazali.
GURU
PROFESIONAL DALAM PERSPEKTIF AL-GHAZALI
(Studi Analisis Kitab Ayyuha al-Walad)
A. Latar Belakang
Dalam lingkup sejarah, pendidikan telah dilakukan oleh manusia pertama
di muka bumi ini, yaitu sejak Nabi Adam. Bahkan dalam al-Quran dinyatakan bahwa
proses pendidikan terjadi pada saat Adam berdialog dengan Tuhan. Pendidikan ini
muncul karena adanya motivasi pada diri Adam serta kehendak Tuhan sebagai
pendidik langsung Adam untuk mengajarkan beberapa nama.[1]
Hal ini dijelaskan dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 31.
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar
orang-orang yang benar!"[2]
Jelas sekali bahwa manusia hidup di dunia ini membutuhkan pendidikan.
Karena tanpa pendidikan hidup manusia akan tidak teratur bahkan bisa merusak
sistem kehidupan di dunia. Hal ini terbukti dengan pendidikan Nabi Adam yang
diterima langsung dari Tuhan.
Dalam Bahasa Indonesia kata pendidikan berangkat dari kata dasar didik
yang mempunyai arti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[3]
Karena kata tersebut mendapat imbuhan pe-an, maka pendidikan bermakna sebuah
proses.
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi,
tujuan, kurikulum, bahan ajar, pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan
lingkungan.[4]
Di antara kedelapan aspek tersebut satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan.
Karena aspek tersebut saling berkaitan
sehingga membentuk satu sistem. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pendidikan adalah aspek pendidik atau guru.
Begitu besar peran pendidik dalam sebuah keberhasilan pendidikan, oleh
karena itu seorang
pendidik dituntut harus bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidik
sebagai tonggak utama penentu keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan,
haruslah menyadari profesinya.
Sebagaimana dikeseharian, tugas formal seorang guru tidak sebatas
berdiri di hadapan peserta didik selama berjam-jam hanya untuk mentransfer
pengetahuan pada peserta didik. Lebih dari itu, guru juga menyandang predikat
sebagai sosok yang layak digugu dan ditiru oleh peserta didik dalam segala
aspek kehidupan, hal inilah yang menuntut agar guru bersikap sabar, jujur, dan
penuh pengabdian. Sebab dalam konteks pendidikan, sosok pendidik mengandung
makna model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan
bahkan konsultan bagi peserta didiknya.
Semua orang yakin bahwa pendidik memiliki andil yang sangat besar
terhadap keberhasilan peserta didik. Guru sangat berperan dan mempunyai peran
yang cukup besar terhadap kematangan intelektual, spiritual, dan emosional
peserta didik.[5]
Dalam dunia pendidikan, komponen Guru sangatlah
penting, yakni orang yang bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan anak didik,
dan bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam rangka
membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi
nusa dan bangsa.
Peran guru sebagai pelaksana dari sebuah kegiatan pendidikan tentu harus
didukung dengan beberapa separangkat keahlian. Dalam istilah lainnya, guru juga
mempunyai batasan-batasan tertentu sehingga ia dikatakan sebagai pendidik atau
guru yang profesional. Hal ini perlu ditekankan, mengingat banyak orang yang
berprofesi sebagai guru tapi tidak bertindak dan berakhlak layaknya seorang
guru profesional. Penulis tidak hendak mengecilkan image sosok guru pada saat
ini, tapi fakta banyak diberitakan di media massa ada sebagian guru yang tidak
punya susila serta tidak pantas disebut sebagai guru.
Seperti termuat dalam koran nasional Sindo seorang guru memperkosa lima
muridnya dengan menjanjikan nilai bagus kepada korbannya.[6]
Diberitakan juga oleh Berita Liputan 6, di Polewali Mandar banyak murid yang
tidak masuk ke dalam kelas dan menghabiskan waktunya dengan duduk dan bermain
saja di sekolahan karena sejumlah guru yang tidak masuk kelas untuk mengajar
dan mendidik siswa.[7]
Selain itu, masih banyak tindak ketidak profesionalan seorang guru yang belum
sempat termuat oleh media.
Dari potret pendidikan yang terjadi di Indonesia tentu peran guru tidak
bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Dalam hal peningkatan profesinalisme
seorang guru, pemerintah juga telah banyak melakukan terobosan seperti
disyaratkannya ijazah strata 1 untuk menjadi seorang guru di lembaga pendidikan
formal dari jenjang SMA sederajat sampai dengan ke bawah. Stara 2 bagi dosen di
perguruan tinggi Negeri atau swasta. Selain itu juga ada program sertifikasi
yang dilakukan pemerintah baik untuk guru maupun dosen.
Meski Pemerintah telah membuat batasan-batasan guru profesional yang
tertuang dalam Undang-undang Guru dan Dosen, tentu permasalahan pendidikan
dalam ruang lingkup guru tidak bisa selesai begitu saja. Hal ini dikarenakan
sedikitnya rujukan profil guru yang profesional. Selain itu juga banyak
permasalahan lain yang harus diselesaikan.