al ghazali adalah salah satu ulama terkenal di dunia islam adalah imam al ghazali. ulama yang banyak mengarang banyak buku dan kitab. seperti kitab ihya ulum al din ayyuha al walad dan berbagai kitab lainya.
al ghozali terkenal sebagai ahli tasawuf di dunia islam, meskipun pada dasarnya dia adalah seorang talent daru berbagai fak ilmu. dia adalah ahli kalam, ahli fikih, dan yang banyak tidak di bicarakan adalah imam alghazali sebagai pendidik. salah satu kitan yang dikarang beliau mengenai pendidikan adalah kitab ayyuhal walad yang menjelaskan bagaimana seorang anak beretika ketika mencari dan mendapatkan ilmu. kitab ini dikupas dari berbagai sisi, seperti psikologis, akhlak, tingkah laku dan lainnya.
skripsi ini adalah sebuah karya ilmiah yang diselesaikan oleh seorang mahasiswa untuk mendapatkan gelar Strata satu dengan mengupas tentang pemikiran imam al ghazali dilihat dari sisi profesionalisme guru menurut ulama islam yang terkenal yaitu imam alghazali.
GURU
PROFESIONAL DALAM PERSPEKTIF AL-GHAZALI
(Studi Analisis Kitab Ayyuha al-Walad)
A. Latar Belakang
Dalam lingkup sejarah, pendidikan telah dilakukan oleh manusia pertama
di muka bumi ini, yaitu sejak Nabi Adam. Bahkan dalam al-Quran dinyatakan bahwa
proses pendidikan terjadi pada saat Adam berdialog dengan Tuhan. Pendidikan ini
muncul karena adanya motivasi pada diri Adam serta kehendak Tuhan sebagai
pendidik langsung Adam untuk mengajarkan beberapa nama.[1]
Hal ini dijelaskan dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 31.
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar
orang-orang yang benar!"[2]
Jelas sekali bahwa manusia hidup di dunia ini membutuhkan pendidikan.
Karena tanpa pendidikan hidup manusia akan tidak teratur bahkan bisa merusak
sistem kehidupan di dunia. Hal ini terbukti dengan pendidikan Nabi Adam yang
diterima langsung dari Tuhan.
Dalam Bahasa Indonesia kata pendidikan berangkat dari kata dasar didik
yang mempunyai arti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[3]
Karena kata tersebut mendapat imbuhan pe-an, maka pendidikan bermakna sebuah
proses.
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi,
tujuan, kurikulum, bahan ajar, pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan
lingkungan.[4]
Di antara kedelapan aspek tersebut satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan.
Karena aspek tersebut saling berkaitan
sehingga membentuk satu sistem. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pendidikan adalah aspek pendidik atau guru.
Begitu besar peran pendidik dalam sebuah keberhasilan pendidikan, oleh
karena itu seorang
pendidik dituntut harus bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidik
sebagai tonggak utama penentu keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan,
haruslah menyadari profesinya.
Sebagaimana dikeseharian, tugas formal seorang guru tidak sebatas
berdiri di hadapan peserta didik selama berjam-jam hanya untuk mentransfer
pengetahuan pada peserta didik. Lebih dari itu, guru juga menyandang predikat
sebagai sosok yang layak digugu dan ditiru oleh peserta didik dalam segala
aspek kehidupan, hal inilah yang menuntut agar guru bersikap sabar, jujur, dan
penuh pengabdian. Sebab dalam konteks pendidikan, sosok pendidik mengandung
makna model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan
bahkan konsultan bagi peserta didiknya.
Semua orang yakin bahwa pendidik memiliki andil yang sangat besar
terhadap keberhasilan peserta didik. Guru sangat berperan dan mempunyai peran
yang cukup besar terhadap kematangan intelektual, spiritual, dan emosional
peserta didik.[5]
Dalam dunia pendidikan, komponen Guru sangatlah
penting, yakni orang yang bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan anak didik,
dan bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam rangka
membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi
nusa dan bangsa.
Peran guru sebagai pelaksana dari sebuah kegiatan pendidikan tentu harus
didukung dengan beberapa separangkat keahlian. Dalam istilah lainnya, guru juga
mempunyai batasan-batasan tertentu sehingga ia dikatakan sebagai pendidik atau
guru yang profesional. Hal ini perlu ditekankan, mengingat banyak orang yang
berprofesi sebagai guru tapi tidak bertindak dan berakhlak layaknya seorang
guru profesional. Penulis tidak hendak mengecilkan image sosok guru pada saat
ini, tapi fakta banyak diberitakan di media massa ada sebagian guru yang tidak
punya susila serta tidak pantas disebut sebagai guru.
Seperti termuat dalam koran nasional Sindo seorang guru memperkosa lima
muridnya dengan menjanjikan nilai bagus kepada korbannya.[6]
Diberitakan juga oleh Berita Liputan 6, di Polewali Mandar banyak murid yang
tidak masuk ke dalam kelas dan menghabiskan waktunya dengan duduk dan bermain
saja di sekolahan karena sejumlah guru yang tidak masuk kelas untuk mengajar
dan mendidik siswa.[7]
Selain itu, masih banyak tindak ketidak profesionalan seorang guru yang belum
sempat termuat oleh media.
Dari potret pendidikan yang terjadi di Indonesia tentu peran guru tidak
bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Dalam hal peningkatan profesinalisme
seorang guru, pemerintah juga telah banyak melakukan terobosan seperti
disyaratkannya ijazah strata 1 untuk menjadi seorang guru di lembaga pendidikan
formal dari jenjang SMA sederajat sampai dengan ke bawah. Stara 2 bagi dosen di
perguruan tinggi Negeri atau swasta. Selain itu juga ada program sertifikasi
yang dilakukan pemerintah baik untuk guru maupun dosen.
Meski Pemerintah telah membuat batasan-batasan guru profesional yang
tertuang dalam Undang-undang Guru dan Dosen, tentu permasalahan pendidikan
dalam ruang lingkup guru tidak bisa selesai begitu saja. Hal ini dikarenakan
sedikitnya rujukan profil guru yang profesional. Selain itu juga banyak
permasalahan lain yang harus diselesaikan.
Pembahasan tentang profesional guru banyak sekali ditemukan di toko
buku, perpustakaan, dan taman baca. Namun dari banyaknya tempat itu, tidak
banyak menyediakan buku atau rujukan
menjadi guru profesional yang berasal dari Ulama Islam. Padahal, kalau kita melihat
karya-karya ulama muslim yang berbicara pendidikan tidaklah sedikit.
Tidak hanya sebatas pendidikan, bahkan sub dari pendidikan yaitu kajian
tentang guru juga banyak diulas dalam karya-karya tersebut. Dari sinilah
peneliti ingin mengetahui Ulama Islam menjelaskan bagaimana menjadi guru yang
profesional. Kalau kita melihat sejarah Islam, pendidikan Islam pada masa
Dinasti Abbasiyah di Baghdad mengalami kejayaan. Hal ini di dukung dengan
adanya beberapa faktor yang sangat mendukung. Diantaranya adalah Madrasah
Nidzamiyah, guru yang cakap, serta kurikulum pendidikan yang baik.[8]
Salah satu tokoh pendidikan pada waktu itu adalah al-Ghazali, yang lahir
pada tahun 1058 M dan meninggal pada tahun 1111 M. Ulama sekaligus pendidik ini
banyak menulis ide dan konsep. Diantara sebagian banyak karangannya, ada
beberapa buku yang berbicara tentang pendidikan. Termasuk di dalamnya membahas
bagaimana menjadi guru profesional. Lebih dari itu, corak pendidikan al-Ghazali
sangat kental dengan nuansa akhlak yang baik[9].
Tentu hal ini sangat pantas diketahui, karena krisis pendidikan pada dewasa ini
kebanyakan berada pada kawasan akhlak.
Dari sinilah penulis akan mengadakan penelitian, bagaimana sorang guru
bisa dikatan profesional menurut al-Ghazali. Mengingat pada periode hidup
al-Ghazali, kebudayaan Islam dan termasuk di dalamnya pendidikan berkembang
cukup maju dan pesat. Hal ini tentu tidak bisa lepas dari peran seorang guru.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas maka penulis merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut.
1.
Bagaimana konsep guru profesional menurut al-Ghazali?
2.
Adakah kiat-kiat meningkatkan
profesionalitas guru menurut al-Ghazali?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan
rumusan masalah yang sudah tertulis diatas, maka
tujuan penelitian yang diharapkan mampu mengungkap
- Konsep
guru profesional menurut imam al-Ghazali
- Kiat-kiat
meningkatkan profesionalitas guru menurut al-Ghazali
D. Manfaat Penelitian
Penelitian
ini secara praktis diharapkan dapat memberikan masukan kepada calon guru atau
guru, bagaimana menjadi guru yang profesional. Adapun dalam bentuk teoritis,
penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan kalangan akedimisi terkait
konsep guru profesional.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Supaya penelitian lebih fokus dan terarah, maka penulis harus memberikan
batasan dalam penulisan penelitian ini. Adapun pembahasan penelitian ini hanya
terfokus kepada konsep guru profesional perspektif pemikiran al-Ghazali yang
tertulis dalam kitab Ayyuha al-Walad.
Kitab ini akan penulis jadikan sebagai sumber primer. Selain itu
karangan-karangan al-Ghazali terkait pendidikan menjadi bahan rujukan sekunder.
F. Batasan Istilah
Dalam melakukan penelitian ini agar lebih terfokus dalam permasalahan
yang akan dibahas sekaligus menghindari terjadinya persepsi lain mengenai
istilah-istilah yang ada, maka perlu adanya penjelasan mengenai definisi
istilah dan batasannya. Adapun definisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan
judul penelitian in adalah sebagai berikut.
Guru, dalam Kamus Besar Indonesia kata guru bermakna orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[10]
adapun untuk makna guru dalam penelitian ini semakna dengan pengertian kamus
tersebut, yaitu orang yang mengajar kepada murid baik sisi intelektual,
emosional, dan spiritual. Sedangkan guru profesional adalah guru yang mampu
bertindak secara profesional.
Al-Ghazali, salah satu tokoh pemikir di dalam dunia Islam yang dikenal
sebagai seorang teolog, filsuf, ahli hukum, dan sufi. Hidup pada periode
pemerintahan Bani Saljuk.[11]
Adapun nama lengkapnya adalah Abu Hamid Ibn Muhammad bin Ahmad
al-Ghazali, yang mendapat gelar Hujjah al Islam. Ia lahir di Thus
bagian dari kota Khurasan Iran, pada tahun 1058 M.[12]
G. Landasan Teori
1. Pengertian Guru Profesional
Sebelum kita
mengetahui maksud mengenai guru profesional. Maka alangkah baiknya, kita
mengetahui arti makna guru dan profesi. Kata guru dalam Kamus Besar Bahasa
Indonsia diartikan dengan orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya)
mengajar.[13]
Sedangkan arti profesional adalah bersangkutan dengan profesi atau memerlukan
kepandaian khusus untuk menjalankannya.[14]
Kalau kita gabung, pengertian guru profesional adalah seseorang yang ahli dalam
hal mengajar.
Salah satu tokoh
pendidikan Islam mengartikan guru secara umum memiliki tanggungjawab mendidik.
Secara khusus, guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan
murid dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi murid, baik potensi
afektif, kognitif, dan psikomotorik.[15]
Sedangkan Syaiful Sagala dalam bukunya mengartikan profesional adalah seseorang
yang ahli dalam pekerjaannya. Dengan keahliannya, dia melakukan pekerjaannya
secara sungguh-sungguh. Bukan hanya sebagai pengisi waktu luang atau malah
main-main.[16]
Selain itu juga,
banyak tokoh pendidikan yang mendefinisikan guru profesional. Seperti halnya
Moh Uzer Usman mengartikan guru profesional adalah seseorang yang mempunyai
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan. Sehingga ia mampu
melakukan tugas dan tujuan sebagai guru dengan maksimal.[17]
Berbeda dengan
pendapat tokoh pendidikan di atas. Zakiah Drajat mengartikan guru secara
otomatis itu sudah profesioal. Dia berpendapat bahwa pada dasarnya tugas
mendidik dan membimbing anak adalah mutlak tanggung jawab orang tua. Tapi
karena alasan tertentu orang tua menyerahkan tugas itu kepada guru.[18]
Dari beberapa
pengertian diatas dapat dismpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah
seseorang yang mempunyai keahlian atau kemampuan khusus membimbing membina peserta
didik, baik dari segi intelektual, spiritual, maupun emosional.
2. Kompetensi Guru Profesional
Ketika seseorang
dikatakan ahli, tentu dia mempunyai kompetensi dalam bidang yang ia kuasai.
Guru profesional juga mempunyai kompetensi yang harus dimiliki. Uzer Usman
menyebutkan sedikitnya ada dua kompetensi yang harus dimiliki oleh guru.[19]
Yaitu, kompetensi kepribadian dan profesionalisme. Dalam kompetensi pribadi,
yang di dalamnya memuat berbagai kemampuan yang harus dimiliki, seperti
berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan admnistrasi
sekolah, dan melakukan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
Selain kompetensi
pribadi, seorang guru profesional juga dituntut mengusai kompetensi
kewajibannya sebagai guru. Yakni, kompetensi profesional. Hal ini mensyaratkan
seorang guru profesional harus mengetahui dan melaksanakan dua point. Yaitu,
landasan pendidikan, dan menyusun program pengajaran.
Dari dua kompetensi
tersebut diatas, Syaiful Sagala dalam Buku Kemampuan Profesioanal Guru dan
Tenaga Kependidikan menambahkan satu kompetensi lagi bagi seorang guru
profesional, yaitu kemampuan sosial.[20]
Dari sini dapat kita
ketahui, bahwa menjadi guru profesional minimal mempunyai tiga kompetensi.
Kompetensi tersebut adalah kompetensi pribadi, profesi, dan sosial. Jika salah
satu kompetensi tidak dikuasai, maka bisa berakibat nilai dan tujuan pendidikan
tidak bisa dicapai. Hal ini tentu sangat berpengaruh, karena sosok seorang guru
mempunyai peran yang sangat besar dalam mensukseskan tujuan, visi, dan misi pendidikan.
3. Kode Etik Guru Profesional
Kalau istilah kode
etik kita kaji. Maka ia terbentuk dari dua suku kata, yaitu kode dan etik. Arti
kata kode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai tiga arti yaitu tanda
berbentuk kata atau tulisan yang disepakati untuk maksud tertentu. Arti kedua
adalah kumpulan peraturan yang bersistem. Dan yang ketiga adalah kumpulan
prinsip yang bersistem.[21]
Sedangkan arti dari kata etik adalah
kumpulan asas atau nilai yg berkenaan dng akhlak atau nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.[22]
Dari sini dapat diketahui, arti dari istilah kode etik adalah seperangkat
sistem yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang
dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Dari pengertian
diatas, kita dapat mengetahui kode etik guru. Menurut Syaiful Bahri Djamarah
dalam bukunya yang berjudul Guru dan Anak Didik, kode etik guru diartikan
sebagai aturan tata susila keguruan atau suatu statemen formal yang merupakan
norma dalam mengatur tingkah laku guru.[23]
Seperti halnya profesi
lain, kode etik guru guru ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri pengurus
cabang daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air. Kongres PGRI ini telah
dilaksanakan dua kali, pertama pada tahun 1978 dan tahun 1989. Pada kongres
kedua kode etik yang telah dirumuskan pada kongres pertama disempurnakan.
Adapun isi dari kode etik yang telah disempurnakan, seperti dikutip oleh E
Mulyasa dalam bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru adalah sebagai
berikut.
“Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan
adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara,
serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setia
pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggungjawab atas terwujudnya
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab
itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan mendominasi
dasar-dasar sebagai berikut.
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
untuk melakukan bimbingan dan pembinaan.
d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap
pendidikan.
f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu
dan martabat profesinya.
g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan social.
h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu Organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
i.
Guru melaksanakan
segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan.”[24]
Kode etik ini
merupakan suatu peraturan yang harus dilaksanakan sebagai barometer dari semua
sikap dan perbuatan guru dalam berbagai segi kehidupan, baik keluarga, sekolah,
maupun masyarakat.
4. Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Secara sederhana
peningkatan kemampuan profesional guru dapat diartikan dengan upaya membantu
guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak kualifikasi menjadi memenuhi
kualifikasi. Kematangan, kemampuan mengolah diri, pemenuhan kualifikasi
merupakan ciri-ciri profesional guru.
Dalam peningkatan
kemampuan profesional guru minimal mempunyai dua prinsip yaitu prinsip bantuan,
dan prinsip bimbingan.[25]
Peningkatan kemampuan profesional guru itu merupakan upaya membantu guru yang
belum profesinal menjadi profesional. Jadi peningkatan kemampuan profesional
guru pada dasarnya datang dari diri seorang guru. Meskipun terdapat berbagai
bimbingan yang dilakukan oleh pihak lain.
Peningkatan kemampuan
profesional guru tidak bisa dilakukan setengah-setengah. Seperti hanya
membimbing dalam kemampuan pegawai saja itu kurang. Jadi tujuan pembinaan
kemampuan profesional guru adalah tumbuh dan berkembangnya kemampuan jiwa profesional
pada diri guru.
Di dalam meningkatkan
profesionalisme guru harus dilaksanakan secara sistematis dalam artian
direncanakan secara matang, taat terhadap tata asas, dan dievaluasi secara
obyektif.
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian pustaka dan metode yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitik. Hal ini
dikarenakan penulis mencoba menggambarkan pemikiran al-Ghazali tentang konsep
guru profesional. Seperti dijelaskan oleh Moeloeng ketika mengutip pendapat
Bogdan dan Tylor. Bahwa penelitian pendekatan kualitatif menghasilkan data-data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang
dapat diamati.[26]
Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kesejarahan. Proses
pengumpulan data dan interpretasi terhadap pemikiran al-Ghazali berkaitan
dengan guru profesional, dengan pemahaman terhadap biografi al-Ghazali serta
pemikiran al-Ghazali yang tertulis dalam kitab karangannya, Ayyuha al-Walad.
Desain penelitian
merupakan rencana atau struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa, sehingga
peneliti dapat memperoleh jawaban untuk pertanyaan penelitiannya.[27]
Mengingat penelitian ini bersifat deskriptif, maka desain penelitian yang digunakan
dalam peneliti adalah analisis dokumen atau studi kepustakaan (library
research). Sebagaimana disebutkan bahwa penelitian deskriptif memiliki
beberapa jenis antara lain penelitian survei, kasus, perkembangan, tindak
lanjut, analisis dokumen, studi waktu dan gerak, dan penelitian studi
kecenderungan.[28]
Penelitian analisis
dokumen adalah penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap catatan-catatan
atau dokumen sebagai sumber data. Sementara data yang akan diteliti dalam
peneltitian ini adalah pemikiran al-Ghazali tentang guru profesional dalam
kitab Ayyuha al-Walad.
2. Sumber Data
Sumber data yang akan
digunakan peneliti dalam penelitian ini dibagi menjadi dua.
a. Sumber data primer
Yang termasuk sumber data primer dalam
penelitian ini adalah kitab karangan al-Ghazali yang membahas pendidikan, lebih
spesifik lagi terkait dengan konsep guru profesional. Kitab tersebut adalah Ayyuha
al-Walad.
b. Sumber data sekunder
Selain sumber data primer penulis juga
mencari data dari sumber data sekunder yang berupa buku-buku karangan
al-Ghazali selain Ayyuha al-Walad, karya ilmiah, artikel yang memiliki
korelasi terhadap tema penelitian guru profesional.
3. Teknik Pengumpulan Data
Berhubung desain
penelitian ini adalah studi kepustakaan, maka dalam mengumpulkan data peneliti
menggunakan teknik analisis dokumen.
Langkah-langkah yang
dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data adalah mencari, membaca, memahami,
dan, mencatat dari sumber data primer ataupun sumber data sekunder yang erat
hubungannya dengan tema penelitian.
4. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Sebelum data itu
diperoleh kemudian ditafsirkan, maka perlu dilakukan pengecekan ulang sehingga
data tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ada dua metode yang
akan digunakan peneliti untuk menguji keabsahan data yang diperoleh peneliti,
yaitu.
a. Pemeriksaan teman sejawat
Teknik ini dilakukan dengan cara
menampilkan hasil sementara yang telah diperoleh. Kemudian dilakukan diskusi
analitik dengan teman sejawat. Yang dimaksud dengan Teman sejawat adalah orang
yang punya pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang dipersoalkan. Dalam hal
ini adalah tema yang diangkat oleh peneliti.[29]
b. Konsultasi dengan para ahli
Yang dimaksud para ahli Adalah orang-orang
yang ahli dalam bidang pendidikan, lebih spesifik lagi yang menguasai konsep
profesionalitas guru menurut al-Ghazali. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
saran, kritik, dan masukan dari mereka untuk memperbaiki hasil penelitian.[30]
5. Analisis Data
Analisis data pada
tahap ini merupakan pengembangan dari metode analisis kritis. Adapun teknik
analisi dari penelitian ini menggunakan content analysis atau analisis
isi, yakni pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri berkaitan dengan
pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh pendidikan yang
kemudian dideskripsikan, dibahas, dan dikritik. Selanjutnya dikatagorisasikan
dengan data yang sejenis, dianalisis isinya secara kritis guna mendapatkan
formulasi yang konkrit dan memadai. Sehingga pada akhirnya dijadikan sebagai
langkah dalam mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan yang ada.[31]
Dari situlah peneliti akan mencari data yang relevan dengan fokus penelitian
ini untuk menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan.
6. Sistematika Pembahasan
Dalam rangka
mewujudkan langkah metodologi, maka laporan penelitian ini akan disistematiskan
menjadi enam bab.
- BAB I (Pendahuluan) berisikan pola dasar
penyusunan dan langkah penelitian. Yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang ringkup penelitian,
batasan istilah, dan sistematika pembahasan.
- BAB II (kajian pustaka) mendiskripkan landasan
teori yang terkait dengan subyek penelitian, yang berfungsi sebagai
instrument penganalisa di dalam penelitian. Dalam bab ini berisikan
definisi, kompetensi, kode etik, dan peningkatan kemampuan guru
profesional.
- BAB III (metodologi penelitian) pada bab ini
berisi tentang metode dan pendekatan penelitian, sumber data, dan analisis
data.
- BAB IV (paparan data) memuat penyajian berbagai
data hasil penelitian yang didapatkan, yang kerangkanya meliputi riwayat
hidup al-Ghazali, pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan secara umum, dan
konsep guru profesional menurut al-Ghazali.
- BAB V
(analisis) mendiskripsikan analisa peneliti terhadap data hasil
penelitian.
- BAB VI (penutup) terdiri dari kesimpulan dan dan
rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dikorelasikan dengan
teori dasar.
DAFTAR
RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Bafadal,
Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri.
2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu pendekatan Teoritis
dan Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta.
Drajat, Zakiah. 1996. Peran
Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Jawwad,
Muhammad Ridla. Tanpa tahun. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam. Terjemahan
oleh Mahmud Arif. 2002. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Moeloeng, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nasution,
Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Nata, Abuddin.
2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
___________. 2003. Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
___________.
2004. Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Roqib, Moh.
2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Intregatif di Sekolah,
Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS.
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Taufiq,
Mohamad. Software Quran in Word versi 1.3
Tim penyusun
kamus pusat bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Uzer, Moh
Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Yulis, Rama
dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran para Tokohnya. Jakarta:
Kalam Mulia.
Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi
penelitian social dan pendidikan. Jakarta: bumi aksara.
[1]
Moh. Roqib. 2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Intregatif
di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS. Halaman 16.
[2]
Mohammad Taufiq. Software Quran in Word. versi 1.3
[3]
Tim penyusun kamus pusat bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka. Halaman 263
[4]
Abuddin Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. Halaman 90.
[5] Rama
Yulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran para Tokohnya. Jakarta:
Kalam Mulia. Halaman 138.
[6] http://www.sindonews.com/read/2012/03/20/447/597012/janjikan-nilai-bagus-guru-perkosa-5-murid-smp.
Diakses pada hari rabu 11.30. WIB.
[7] http://berita.liputan6.com/read/379516/guru-bolos-mengajar-siswa-telantar.
diakses pada hari rabu 11. 50. WIB
[8]
Abuddin, Nata. 2004. Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan
Pertengahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Halaman 66-70.
[9]
Muhammad, Jawwad Ridla. Tanpa tahun. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan
Islam.Terjemahan oleh Mahmud Arif. 2002. Yogyakarta: Tiara Wacana. Halaman
119.
[10]
Tim penyusun kamus pusat bahasa. Op. Cit. Halaman 377.
[11] Abuddin, Nata. 2003. Pemikiran
para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Halaman 85.
[15] Ahmad,
Tafsir. 1992. Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya. Halaman. 74
[16] Syaiful. Sagala. 2011. Kemampuan Profesional
Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Halaman 1.
[23] Syaiful Bahri Djamarah. 2005. Guru
dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu pendekatan Teoritis dan Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 49
[24] E Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi
Guru. Bandung: Remaja Rosda Karya. Halaman 46 dan 47.
[25]
Ibrahim Bafadal. 2003. Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar .
Jakarta: Bumi Aksara. Halaman
44
[26] Lexy J. Moeloeng, 2004. Metodologi
Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, halaman 3.
[27] Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 75.
[28] Nurul Zuriah. 2006. Metodologi
penelitian social dan pendidikan. Jakarta: bumi aksara. Halaman 47-51.
[30] Ibid.
Post a Comment